Credit To : Ike Noorhayati Hamdan
Beberapa waktu lalu sempat diskusi dengan seorang kawan yang berniat
untuk mempopulerkan kopi luwak secara internasional. @VaryanG yang saat
ini berada di Inggris punya niat mulia untuk itu.
I wanna share my view about kopi luwak. I – my self – actually a coffee
aficionado. I have any kind of coffee at my house from all around
Indonesia. You name it, from Aceh Gayo – also kopi ganja :) – to kopi
Wamena, I have it. Every time I had my trip, I always try & bring
local coffee for my souvenir. And whenever some one I know had a trip, I
always take coffee for the souvenir. In short, can't live without it,
it's my drug :).
Lalu soal kopi luwak. At first, I find it really fancy and gaya banget
minum kopi spesial seperti itu. Dulu masih susah dapatnya, belum ramai
dijual seperti sekarang. Jadi saya tidak pernah punya pasokan kopi
luwak, karena memang langka. Kalau dapat kiriman dari kawan itu
jarang-jarang karena tergantung pas dapatnya saja.
Ternyata kemudian kopi luwak jadi tren banget. Tiba-tiba jadi
bertebaran kedai yang menyediakan kopi luwak. Rata-rata ditawarkan 8-12
USD per cangkir atau sekitar Rp 80 ribuan (waktu itu kurs masih di angka
Rp 9 ribuan).
Terakhir saya pernah cek di Kafe Toraja Pasaraya Grande tuh secangkir
kopi luwak di jual seharga Rp 300 ribuan. Wah, ini sih menurut saya udah
keterlaluan mahalnya.
Saya jadi penasaran bagaimana bisa kopi luwak yang dulu eksklusif kok
sekarang jadi gampang banget. Awalnya saya senang karena jadi gampang
didapat. Saya jadi banyak cari tahu. Jadi, kopi luwak sekarang yang
berkembang di pasaran itu ada dua jenis, alami dan ternak. Yang paling
banyak adalah yang diternakkan.
Pasti Varyan sudah tahu bahwa distinctive flavor yang dihasilkan oleh
kopi luwak adalah dari proses biji kopi yang bereaksi dengan enzim
pencernaan luwak. Pada awalnya, luwak yang makan kopi ini adalah hanya
semacam dessert saja buat mereka.
Jadi, kopi bukanlah makanan utama luwak. Habitat asli luwak itu adalah
di Sumatera. Seiring dengan berkurangnya hutan, maka ada pergeseran
ketika luwak tak lagi memakan kopi sebagai makanan penutup/pemanis dari
makanan utamanya.
Dengan berubahnya habitat alami mereka, makanan utama mereka jadi
berubah dari segi jenis dan jumlahnya. Makanan utama berkurang, jadi
makanannya jadi ngasal, kadang kala mereka pun jadi banyak makan kopi.
Ini yang menyebabkan pasokan kopi luwak alami itu tidak bisa
diprediksikan.
Karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi, maka kemudian
dikembangbiakkanlah luwak ini. Pada beberapa produsen kopi luwak, saya
memperoleh informasi bahwa mereka menangkarkan luwak di peternakan.
Jadi, yang tadinya kopi adalah makan penutup atau makanan selingan,
luwak dikondisikan untuk menjadikan kopi sebagai makanan utama. Nah,
saya membayangkan jika hal tersebut terjadi pada kita. Misalnya kita
yang biasa makan nasi/kentang plus daging dengan agar-agar sebagai
dessert, tiba-tiba harus menerima kondisi bahwa kita makan agar-agar all
the time dengan alasan ada yang mengambil keuntungan ekonomis dari diri
kita.
ane punya musang lucu juga dirumah :D
BalasHapusemang musang sama ma luwak ya ? :o masa iya
BalasHapus