 |
Salman Rushdie dan buku kontroversialnya, The Satanic Verses.
|
REPUBLIKA.CO.ID, Peristiwa pemboman Gedung World Trade Center
(WTC), September 2011, bukanlah pemantik merebaknya Islamofobia di
kalangan masyarakat Barat. Jauh sebelum aksi yang diklaim didalangi oleh
Usamah Bin Laden itu, kebencian terhadap Islam telah ditebar di
seantero jagat.
Tahun 1988, Salman Rushdie menerbitkan novelnya
'Satanic Verses' di Inggris. Novel tersebut langsung menggemparkan dunia
Muslim dengan isinya yang penuh penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW
dan ajaran Islam.
Dari judul bukunya saja, Rushdie menggambarkan seolah-olah kitab suci
umat Islam adalah ayat-ayat buatan setan. Komplain dan aksi protes
langsung digelar di berbagai negara Islam menuntut penarikan buku
tersebut.
Di tahun yang sama, kebanyakan negara Asia dan Amerika latin seperti
India, Bangladesh, Indonesia, Singapura, Afrika Selatan, Venezuela,
melarang peredaran buku tersebut. Hanya Turki di antara negara
berpopulasi Muslim yang tidak memberlakukan larangan.
Februari 1989, pemimpin Iran, Ayatullah Khomenei
mengeluarkan fatwa untuk menghukum mati Salman Rushdie. Fatwa ini
diumumkan menyusul insiden aksi protes di Islamabad, Pakistan yang
menewaskan enam demonstran. Iran sendiri terus mendukung fatwa tersebut
hingga tahun 1998.
September 2005, surat kabar Denmark, Jyllands-Posten
mempublikasikan karikatur berlabel Nabi Muhammad SAW. Karikatur ini
kemudian dipublikasi ulang oleh media di hampir 50 negara.
Aksi protes bergolak di berbagai negara. Sebagian aksi berujung pada
kekerasan hingga menewaskan sedikitnya 100 orang. Kedutaan besar
Denmark menjadi target pemboman dan perusakan di sejumlah negara seperti
Pakistan, Suriah, Lebanon, dan Iran.
Komunitas Islam juga melakukan protes dengan melakukan boikot
terhadap produk-produk Denmark. Perdana Menteri Denmark Anders Fogh
Rasmussen menggambarkan kontroversi ini sebgai krisis internasional
terburuk Denmark sejak Perang Dunia II.
Februari 2012, dunia Islam kembali dikejutkan dengan pembakaran Alquran oleh sejumlah tentara Amerika Serikat di Afghanistan.
Sekitar 53 jilid mushaf Alquran dan 162 teks keislaman dibakar di
Bagram Air Field, sebuah pangkalan udara AS di bagian utara ibukota
Kabul.
Warga setempat berusaha menduduki pangkalan pasca tersiarnya kabar
tersebut. Selama lima hari pengepungan, sedikitnya 30 warga Afghanistan
dan empat orang warga AS tewas. Aksi protes juga terjadi di luar
pangkalan hingga menewaskan 41 orang dan 270 luka-luka.
Belakangan, militer AS hanya menjatuhkan sanksi administratif kepada
enam orang tentara yang diduga terlibat dalam pembakaran. Otoritas
AS mengklaim, perbuatan mereka tidak didasari niat jahat untuk
melecehkan Islam