Melihat Dunia dari Perspektif Warga Jogja

pan_youtube

Senin, 29 Juli 2013

5 Makanan paling langka dan termahal di dunia

Merdeka.Com - Manusia memang sangat memerlukan makanan untuk energi sehari-hari. Tidak hanya makanan pokok, makanan pendamping pun juga harus bisa dinikmati setiap harinya. Hal tersebut dilakukan untuk menambah nutrisi ataupun gizi yang tidak didapatkan dari makanan pokok.
Makanan memang menjadi barang mewah untuk manusia. Apabila makanan tersebut mahal, manusia pun tidak sungkan-sungkan untuk mengeluarkan koceknya dalam-dalam untuk makanan kesukaannya.
Apalagi, jika makanan tersebut bisa dibilang langka dan jarang ditemui maka tak ayal manusia perlu merogoh lebih dalam untuk makanan-makanan langka tersebut.
Apa saja makanan langka dan paling mahal sejagat raya seperti dikutip dari hungryhouse.co.uk.

1. Semangka Dansuke

Semangka biasanya ada di pinggir jalan dan kios-kios buah dan sayuran. Tetapi, tidak untuk buah semangka yang satu ini, Semangka Dansuke hanya bisa ditanam di Pulau Hokkaido, Jepang.
Buah yang bertekstur hitam dan berkulit kasar ini hanya tumbuh di salah satu pulau di Jepang tersebut. Untuk mendapatkan buah semangka ini, Biasanya pembeli harus merogoh kocok sebesar USD 6.000 per buah atau Rp 61,5 juta.

2. Telur ikan Beluga atau Almas Kaviar

Kaviar ini sangat istimewa karena bentuknya seperti kilauan emas. Makanan ini juga termasuk ke dalam kategori makanan paling eksklusif di dunia.
Biasanya Kaviar ini dimakan oleh orang kaya dan selebritis dunia. Makanan ini berasal dari telur mentah ikan Beluga yang diambil dari Teluk Kaspia. Bahkan, untuk mendapatkan makanan ini harus menunggu daftar pembeli karena makanan ini hanya ada empat tahun sekali.
Untuk mendapatkan Kaviar ini, biasanya pembeli harus merogoh kocek 16.000 poundsterling atau sekitar Rp 252 juta.

3. Sarang burung walet

Makanan ini terbuat dari air liur kering yang sangat menggiurkan. Bahkan, di China, makanan ini biasa dijadikan sup langka dan paling mahal di China. Masyarakat China pun tak sungkan untuk membeli makanan ini.
untuk mendapatkannya, masyarakat China harus mau membayar USD 5.000 per pon atau setara dengan Rp 51 juta.


4. Jamur Alba

Makanan ini berasal dari Itali. Dilihat dari bentuknya, Jamur ini tumbuh di alam liar dan bentuknya kecil sehingga sulit untuk ditemukan. Bahkan, manusia pun tidak bisa melihat jamur ini kecuali berjalan di alam liar sambil membawa seekor anjing.
Jamur Alba ini merupakan jamur paling langka dan sulit ditemukan. Bahkan, ketika dilelang pun harga jamur Alba dapat mencapai USD 330.000 atau sekitar Rp 3,38 miliar.

5. Kentang La Bonnotte

Kentang ini berasal dari Perancis. untuk menanam kentang ini harus berada di daerah yang juga tumbuh rumput laut sehingga rasa kentang ini berbeda dengan kentang-kentang pada umumnya. Kentang tersebut terasa asin dan unik.
Kentang ini hanya tumbuh terbatas di setiap musim di salah satu pulan di Perancis. Bahan makan ini merupakan salah satu bahan untuk membuat makanan pon pon, makanan ala Perancis yang termahal di dunia.
Untuk mendapatkan kentang ini, biasanya pembeli hanya mengeluarkan kocek 400 poundsterling atau sekitar Rp 6,3 juta per kantong.


Share:

Sabtu, 20 Juli 2013

Peliknya Masalah Wasit Sepak Bola di Indonesia

Ditulis oleh: Sirajudin Hasbi

Dengan dalih “tidak mampu memimpin pertandingan dengan baik”, wasit sepak bola di Indonesia kerap berubah fungsi menjadi sasaran kemarahan massa. Di Sleman awal Juli 2013 ini, wasit Hidayat dikejar-kejar oleh pemain, ofisial, dan suporter Perseman Manokwari gara-gara mendiamkan handball pemain Persiba Bantul di kotak penalti.

Sebelum itu, pada akhir April di Bandung, wasit Muhaimin dipukul pemain Persiwa Wamena Pieter Rumaropen yang tidak menerima keputusan Muhaimin memberi hadiah penalti kepada tuan rumah Pelita Bandung Raya. Kasusnya berbuntut panjang. Pieter sempat dilarang tampil seumur hidup di Liga Indonesia. Hukuman itu kemudian dikurangi menjadi larangan bermain setahun dan denda Rp100 juta. Sedangkan Muhaimin tidak boleh lagi memimpin laga di LSI dan hanya bertugas di Divisi Utama.

Rendahnya Kualitas

Rendahnya kualitas wasit di Indonesia jelas menjadi sumber utama dalam berbagai keputusan kontroversial yang berujung pada kericuhan. Sedikit wasit kita yang memiliki lisensi internasional FIFA dan AFC. Jarang sekali ada pelatihan bagi wasit (baru dan lama) untuk meningkatkan dan menjaga konsistensi kualitas mereka.

Indonesia hanya punya empat wasit dan enam asisten wasit yang berlisensi FIFA. Keempat wasit itu adalah Faulur Rosy, Agus Fauzan Arifin, Heru Santoso, dan Retu Slamet Wijaya. Faulur Rosy dan Retu Slamet Wijaya memiliki lisensi sejak tahun 2011 sementara Heru Santoso dan Agus Fauzan Arifin baru di awal 2013.

Sementara enam asisten wasit berlisensi FIFA adalah Khalid Al Makmun, Bangbang Syamsudar, Muhammad Irham, Ngadiman Riswanda, Ahmad Rizal Mufti Ahmad, dan Edo Wiradana. Ngadiman Riswanda memperoleh lisensi pada tahun 2006 dan Edo Wiradana pada 2011. Sementara sisanya baru di awal tahun 2013.

Sebagai perbandingan, Malaysia punya enam wasit dan delapan asisten wasit berlisensi FIFA. Singapura punya enam wasit dan tujuh asisten wasit berlisensi FIFA. Padahal dua negara ini tidak memiliki liga sepadat Indonesia.

Benar, lisensi FIFA memang bukan standar mutlak — toh banyak pula wasit di liga Eropa yang tak punya lisensi FIFA. Tetapi bedanya, di sana ada pelatihan wasit yang konsisten diselenggarakan, baik bagi wasit lama maupun wasit baru. Dengan begini, kinerja wasit dapat dievaluasi, perkembangan terbaru peraturan sepak bola dapat disebarluaskan, dan motivasi menjaga kualitas bisa terjaga.

Tanpa pelatihan reguler dan regenerasi, jelas wasit kita akan selalu jadi kambing hitam setiap kali ada keributan di lapangan hijau. Bayangkan saja, hanya ada 17 wasit dengan kualitas baik untuk memimpin laga sekelas LSI yang diikuti oleh 18 klub.

Dugaan Suap Memperburuk Kepercayaan

Selain kualitas rendah, wasit juga kerap dituduh menerima suap. Dulu ketika wasit masih dibayar oleh tuan rumah, lumrah dijumpai wasit yang lebih memihak tuan rumah. PSSI era Nurdin Halid kemudian membuat peraturan, wasit dan perangkat pertandingan dibayar oleh PSSI — langkah bagus untuk menjamin netralitas.

Sayangnya, banyak wasit mengeluh gaji mereka tidak sebesar ketika masih digaji oleh tuan rumah. Gaji yang berkurang itu pun sering terlambat dibayar (terjadi hingga kini). Hal ini kemudian mendorong wasit menerima suap.

Pada 2000, manajer PSIS Simon Legiman mengaku menyuap wasit Muchlis saat pertandingan Arema Malang versus PSIS pada Liga Indonesia VI. Menurut Simon, inisiatif kecurangan itu justru datang dari Muchlis.

“Dalam perjanjian, Muchlis meminta Rp3 juta jika seri dan Rp5 juta apabila PSIS menang,” ujar Simon, sebagaimana dilaporkan Suara Merdeka edisi 29 Mei 2000. Simon bersedia menyuap Muchlis, mengingat posisi PSIS yang ada di jurang degradasi. Ternyata saat pertandingan, Muchlis justru banyak merugikan PSIS hingga akhirnya kalah 2-3 dari tuan rumah. Simon yang sudah memberi uang muka Rp1 juta pun berang dan “bernyanyi” di hadapan wartawan.

Usut punya usut, ternyata Muchlis melakukan itu untuk membalas dendam lantaran pernah dijanjikan bonus Rp10 juta oleh PSIS. Tapi, setelah PSIS juara Liga Indonesia V, uang yang dia terima hanya Rp750 ribu. 

Simon kemudian dilarang berkiprah di sepak bola Indonesia seumur hidup dan Muchlis dikenai sanksi berat.

Sumarwoko, seorang mantan wasit nasional, membenarkan adanya praktik suap ini. Wasit dan perangkat pertandingan, kata dia, bisa dibawa ke tempat asing untuk bernegosiasi. Wasit tidak selalu diminta memenangkan pihak tertentu, bisa saja disuap “hanya” agar memimpin dengan adil.

Selama bekerja sebagai wasit dan asisten wasit, Sumarwoko mengaku menghindari pemberian uang sebelum pertandingan, karena itu berarti suap. Tetapi dia menerima uang setelah pertandingan, karena itu bonus. “Saya anggap sebagai rezeki karena sudah memimpin dengan adil."

Hingga kini persoalan seperti ini masih kerap muncul. Komite Wasit sendiri mengelak jika nilai gaji yang terlalu rendah menjadi penyebab. “Gaji wasit Rp5 juta per pertandingan merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara,” ujar  Roberto Rouw, ketua Komite Wasit PSSI.

Perilaku Aktor Lain Ikut Berperan

Bagaimanapun, wasit bukan satu-satunya penyebab kericuhan dalam pertandingan. Semua aktor sepak bola yang ada ikut berperan membuat situasi panas.

“Betul wasit bisa mengeluarkan keputusan yang salah. Itu manusiawi. Kalau protes yang wajar boleh atau nanti dievaluasi oleh Komite Wasit. Tetapi, pemain yang tidak bisa mengontrol emosi dan protes berlebihan bisa membuat ofisial tim dan suporter juga emosi sehingga berbuat kerusuhan. Di Indonesia itu yang menang ya senang, yang kalah selalu cari masalah,” ujar Sumarwoko.

Hal seperti itu bisa terjadi karena pemain maupun ofisial tim tidak sepenuhnya mengerti aturan pertandingan. Suporter pun demikian. Misalnya, aturan handball, dikatakan pelanggaran jika tangan mengarah ke bola (aktif) — jika bola yang menyentuh tangan (pasif) maka bukan pelanggaran.

PSSI dan Komite Wasit harus serius menyelenggarakan pelatihan untuk regenerasi dan peningkatan kualitas wasit. Wasit juga harus berkomitmen menaikkan mutu. Sedangkan pemain, ofisial tim, dan suporter perlu lebih memahami peraturan pertandingan sepak bola.
Share:

Facebook Page

BTemplates.com

Pengikut